Review Film Black Adam, Anti-Hero dari 5000 Tahun Lalu

Black Adam mengerahkan segala cara demi membuktikan ambisi mereka menjadi pengantar era baru DC Extended Universe atau DCEU, seperti yang di janjikan oleh Dwayne Johnson sebagai lakon utama. Ambisi besar dari film ini sudah terlihat dari modal cerita yang tidak murahan.

Karena mereka mengangkan kisah dari salah satu karakter DC yang paling ikonis. Film ini juga mengenalkan Justice Society of America atau JSA yang beranggotakan deretan pahlawan super termahsyur dari semesta DC.

Sebut saja Hawkman yang sangat populer di kalangan penggemar. Atau Doctor Fate yang kemunculannya di layar lebar sudah di elu elukan sejak lama. Film yang satu ini juga seakan di desain untuk memberikan kepuasan bagi penonton yang mau menyaksikan karakter DC itu saling bertarung.

Penonton di bombardir dengan adegan laga yang hampir semuanya berpusat kepada Teth-Adam (Dwayne Johnson). Beberapa di antaranya yakni saat Black Adam menghabisi tentara Intergang, berhadapan dengan Justice Society of America, hingga akhirnya adegan puncak kala bertarung dengan Sabbac.

Adegan demi adegan tersebut secara sekilas memang sangat menarik untuk di tonton. Tetapi, dari sudut pandang lain, film ini kelihatannya hanya seperti ajang flexing Black Adam sebagai salah satu makhluk terkuat di bumi. Jaume Collet-Serra selaku sutradara tampak begitu ingin menonjolkan sang antihero sebagai makhluk yang tak terkalahkan lewat aksi brutalnya di Kahndaq.

Untungnya, momen pamer kekuatan tersebut bisa di sajikan dengan cara yang megah. Bahkan film ini juga memiliki sejumlah adegan laga berkualitas. Misalnya seperti saat Justice Society of America berusaha membendung kebrutalan Black Adam pada awal pertemuan mereka.

Sentuhan efek slow-motion yang ditunjukkan kala Cyclone (Quintessa Swindell) mengerahkan kekuatan supernya menjadi salah satu yang berkesan dari pertarungan itu. Selain itu, efek CGI yang di tampilkan juga sukses membantu adegan laga menjadi makin memuaskan.

Review Film Black Adam

Ajang flexing Black Adam tersebut sayangnya mengambil porsi terlalu banyak dalam film tersebut. akhirnya, eksekusi cerita Black Adam jadi lemah karena terlihat tersisihkan. Beberapa adegan cerita di eksekusi dengan cara yang terburu – buru sehingga terkesan memaksa.

Salah satunya ketika Justice Society of America dikenalkan untuk pertama kali. Di luar urusan teknis dan adegan laga, film ini gagal mengenalkan nilai-nilai Justice Society of America dengan cara yang elegan.

Alih-alih menyampaikan secara tersirat, Collet-Serra justru menunjukkan nilai itu dengan cara eksplisit lewat dialog yang klise. JSA tidak meninggalkan kesan sebagai organisasi penting, melainkan hanya sekadar gerombolan superhero yang ingin menghentikan Black Adam.

Narasi klise tersebut juga bisa di lihat dari bagaimana sang sutradara menggambarkan perlawanan rakyat Kahndaq pada era modern. Ada beberapa adegan yang hanya berfokus pada rakyat Khandaq. Namun di eksekusi dengan cara yang mengernyitkan dahi.

Film ini juga terasa terburu-buru dalam mengantar penonton dari satu peristiwa ke peristiwa lainnya. Sebut saja ketika Black Adam bersama Justice Society menerobos ke markas besar Intergang. Premis cerita sebetulnya sudah di bangun saat mereka berdiskusi sebelum masuk markas.

Rencana tersebut kemudian sirna hanya karna Black Adam bisa berbuat apapun, termasuk menembus markas itu dengan mudah. Kesan buru – buru juga terasa dalam adegan puncak Black Adam saat berhadapan dengan Sabbac. Adegan yang seharusnya menjadi momen klimaks itu justru berlangsung secara singkat.

Tentang Penulis

admin